Sabtu, 31 Desember 2011

SETELAH 7 TAHUN TSUNAMI ACEH

7 Tahun Tsunami Aceh, Masih Bertahan di Hunian Sementara

TRIBUNNEWS.COM, ACEH BARAT - Kamina dan Tumina, dua dari sejumlah korban gempa bumi dan gelomba tsunami di Kabupaten Aceh Barat, Senin (26/12/2011) kembali dilanda kesedihan dan kekecewaan.
Ini karena di tengah peringatan tujuh tahun musibah gempa dan gelombang tsunami mereka masih bertahan di hunian sementara (huntara) sebab rumah yang pernah dijanjikan pemerintah belum juga jelas kapan dibangun.
Kamina (42), warga Rundeng, Kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat masih bertahan di shelter kompleks bangunan pendapa bupati yang sedang dibangun. Kamina mengaku sejak tujuh tahun lalu dia menetap di hunian sementara yaitu di barak dan sebelumnya di tenda.
“Saat musibah tsunami lalu, anak saya lima orang meninggal,” ujar Kamina kepada Serambinews.com (Grup Tribunnews.com), Senin (26/12/2011).
Dia bercerita telah beberapa kali memperjuangkan agar mendapat rumah tetapi belum juga ada kepastian. Karenanya dia berharap pemerintah segera membangun rumah bagi keluarga sebab sebelumnya dijanjikan akan dibantu melalui rumah kampung nelayan yang saat ini dalam pembangunan sebanyak 145 unit.
Hal senada juga dikeluhkan Tumina (46), yang bertahan di barak kompleks tanah pendapa Bupati Aceh Barat di Lapang, Meulaboh. Sebelum tsunami 26 Desember 2004 lalu, dia menetap di Kubang Gajah, Kecamatan Kuala, Nagan Raya. “Setelah tsunami menerpa kami di sana, saya pindah ke Meulaboh, sebelumnya pernah saya urus rumah di sana, tetapi tidak diberikan, sehingga saya urus di Meulaboh yakni pindah tetapi di sini juga belum diberikan,” ujar Tumina.
Wanita mempunyai delapan anak ini, keluarganya menjadi korban tsunami sehingga dirinya terus berjuang bisa dapat rumah. Namun rumah jatah untuknya belum dibangun di Kubang Gajah. Ia sedih. Sebab sudah tujuh tahun musibah tsunami berlalu, tetapi masih bertahan di shelter dengan para korban lainnya.

Jumat, 23 Desember 2011

DESA TERTINGGAL

32.379 Desa Masih Terkategori Tertinggal

UNAAHA - Keinginan sejumlah penduduk di Indonesia untuk menikmati  pembangunan yang selama ini dilakukan pemerintah, masih jauh dari harapan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2009, dari 70.611 desa di Indonesia, sekitar 17.676 desa belum dapat dilalui kendaraan roda empat. 26.115 desa  belum memiliki sarana kesehatan. Sebanyak 32.379 desa masih terkategori tertinggal, 62.299 desa belum memiliki pasar permanen. 12.618 desa dari 70.611 itu belum dialiri listrik. 

"Ini sangat memprihatinkan, sebagai unit pemerintahan terdepan yang langsung melayani kepentingan masyarakat tetapi hampir sepertiga,  masih  terbelakang dari segi pembangunan sarana dan prasarana. Karena itu masih banyak pekerjaan rumah yang kita harus laksanankan," ujar  Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra) Agung Laksono, saat meresmikan pencanangan ujicoba model Pandu Gerbang Kampung (Program nasional Terpadu Gerakan Pembangunan Kampung) di Desa Abelisawah, Kecamatan Sampara. 

Mantan anggota MPR-RI mengakui saat ini banyak program dari berbagai kementerian dan lembaga-lembaga yang menggunakan atribut desa,  seperti Desa Siaga dari Kemenkes, Desa Prima dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Desa Berdering dari Kemeninfo.

"Berbagai program-program yang menggunakan atribut desa sesunggunya sangat baik.  Hanya saja tersebar diberbagai desa sehingga tidak tampak utuh. Alangkah baiknya apabila program dari berbagai kementerian itu di satukan pada satu titik sehingga hasilnya lebih nyata," ujarnya.

Kamis, 22 Desember 2011

PACU EKONOMI MENENGAH AGAR TUMBUH TERUS

ilustrasi gambar
Kelas Menengah Dipacu Terus Tumbuh 

Seputar Indonesia. JAKARTA– Pemerintah berambisi memacu laju pertumbuhan kelas menengah dengan mendorong munculnya pengusaha-pengusaha baru, salah satunya melalui program percepatan pengentasan rakyat dari kemiskinan. 

Kondisi ekonomi yang positif dengan laju pertumbuhan ekonomi rata-rata 5% per tahun, memunculkan sekitar 7 juta warga kelas menengah baru setiap tahun.Bank Dunia menyebutkan, 56,5% dari 237 juta populasi Indonesia atau sekitar 134 juta kini masuk kategori kelas menengah. 

Kategori kelas menengah versi Bank Dunia adalah mereka yang membelanjakan uangnya sekitar USD2–20 per hari. Menurut pemerintah, salah satu stimulus yang mendorong peningkatan jumlah masyarakat kelas menengah adalah program pengentasan rakyat dari kemiskinan yang mendorong lahirnya pengusaha baru. Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) diklaim mulai mendorong terciptanya pengusaha baru. KUR tahun ini yang semula kita rencanakan Rp20 triliun pada akhir 2011, realisasinya mencapai Rp27 triliun.Penyerapan KUR yang masuk ke sektor hulu mencapai 33%. 

“Kita berharap mereka betul- betul terdorong masuk kepada pengusaha kelas menengah. Ini yang menjadi tugas kita untuk mendorong lahirnya pengusaha-pengusaha kelas menengah.Ini sangat penting,” ujar Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa usai menggelar rapat koordinasi dan evaluasi program prorakyat di Jakarta kemarin. Demi memacu peningkatan pengusaha kelas menengah, pemerintah menargetkan serapan KUR tahun 2012 sebesar Rp30 triliun dan 30% terserap ke sektor hulu. 

Dengan demikian, pemerintah berharap semakin banyak masyarakat golongan kelas bawah yang naik kelas. Namun, tidak sekadar menambah jumlah pengusaha kelas menengah saja,pemerintah berharap peningkatan dari sisi kualitas.Terlebih,di tengah situasi perekonomian dunia yang semakin tidak menentu, kualitas menjadi jaminan berkesinambungannya usaha. “Agar betul-betul mereka bukan menjadi pengusaha musiman atau rentan terhadap gejolak dan sebagainya,” tegasnya. 

Pihaknya meminta kalangan perbankan dan lintas sektoral melakukan pembinaan terhadap 6 juta masyarakat yang telah menerima KUR. Hatta menyebutkan, jika 10% dari jumlah penerima KUR naik kelas, maka setidaknya ada 600.000 kelas menengah baru. Untuk program lain, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp3,6 triliun di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012 untuk menanggulangi kemiskinan melalui program prorakyat atau kluster IV.

Program dalam kluster ini antara lain perumahan murah, program air bersih, kendaraan murah perdesaan, listrik murah, fasilitas untuk nelayan, dan program pengentasan rakyat dari kemiskinan. Mantan Menteri Perhubungan ini mengatakan, pemerintah akan melibatkan sektor swasta, khususnya perusahaan milik negara (BUMN) untuk mengembangkan program- program tersebut. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Armida Alisjahbana menjelaskan, untuk program rumah murah, pemerintah antara lain berencana mengembangkan rumah susun sederhana sewa (rusunawa), rumah singgah, dan sewa murah terutama untuk daerah perkotaan.

“Kalau untuk masyarakat miskin,ada rumah yang 25 juta per unit,”kata Armida. Rumah murah tersebut, jelas dia,lokasinya ada di daerah nelayan serta permukiman warga miskin perkotaan “Ada kriterianya, ini akan diintegrasikan lagi,”tuturnya.

Rabu, 14 Desember 2011

KOTA BARU INDONESIA

Bidik 24 Daerah

SEBANYAK 24 lokasi (daerah) yang tersebar di seluruh Indonesia akan dijadikan kota baru. Pemerintah melalui Kementerian Perumahan Rakyat pun telah melaksanakan kerja sama dengan berbagai pihak khususnya  pengembang untuk membangun kota-kota baru tersebut mengingat investasi yang dibutuhkan sangat besar."Pembangunan 24 kota baru tersebut dilakukan dengan mengacu rencana pengembangan enam Koridor Ekonomi Master Plan Percepatan dan Perluasan Pengembangan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang telah dicanangkan pemerintah beberapa waktu lalu," ungkap Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Djan Faridz dalam keterangan persnya, Rabu (7/12).

Menyikapi pesatnya perkembangan kota metropolitan dan kota besar yang sangat cepat, lanjutnya, akan berdampak pada penurunan kapasitas daya dukung kota. Di antaranya semakin luasnya permukiman kumuh, menurunnya kualitas lingkungan, munculnya potensi banjir serta kemacetan lalu lintas."Selain itu, pesatnya perkembangan kota juga membuat lahan untuk perumahan semakin langka dan harga lahan yang semakin lahan, sehingga mempersulit masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk memperoleh dan menempati rumah yang layak huni," tambahnya.

Untuk itu diperlukan upaya mengurangi tekanan perkembangan ke kota-kota yang telah padat dengan mengembangkan pusat-pusat permukiman baru di daerah pinggiran kota. “Pengembangan kota baru haruslah direncanakan dalam bentuk kota mandiri yaitu kota yang dilengkapi tempat untuk bekerja. Hal ini penting agar jumlah komuter dapat dikurangi dan tekanan perkembangan ke kota-kota utama juga berkurang,” pungkasnya.

Senin, 05 Desember 2011

PEMUKIMAN DAN LAHAN VERTIKAL

Ilustrasi
Ini Siasat DKI Atasi Peningkatan Jumlah Penduduk

JAKARTA, KOMPAS.com — Peningkatan jumlah penduduk di Jakarta mengakibatkan tingginya kebutuhan rumah tinggal bagi warga Jakarta. Untuk itu, Pemerintah Provinsi DKI menyusun Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman di Daerah untuk seluruh wilayah DKI. "Masalah permukiman dan perumahan ini sudah sangat mendesak di Jakarta. Lahan semakin terbatas, sedangkan jumlah penduduk makin meningkat," kata Kepala Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintahan Daerah DKI Agus Subardono, di Jakarta, Jumat (2/12/2011).

Menurut Agus, jika Jakarta tidak memiliki Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman di Daerah (RP4D), bisa jadi akan banyak warga Jakarta yang tidak akan mendapatkan tempat tinggal yang layak huni. Untuk menjadikan satu kota kondusif untuk dihuni, harus ada perencanaan yang lebih baik dengan melibatkan berbagai pihak, baik pemerintah maupun masyarakat.

"Kami telah melakukan sosialiasi dan workshop RP4D kepada masyarakat, pakar perumahan dan permukiman, serta akademisi lainnya. Harapannya RP4D ini dapat tepat sasaran," kata Agus.

Saat ini jumlah penduduk di DKI telah mencapai lebih dari 9,5 juta jiwa dengan kepadatan rata-rata 146 jiwa per hektar. Sementara itu, pada tahun 2030 diperkirakan jumlah penduduk di DKI mencapai 12,5 juta. Berbanding dengan lahan yang tersedia untuk pengembangan perumahan dan permukiman yaitu berkisar 2.863,24 hektar, maka pengembangan perumahan di DKI dalam Raperda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2010-2030 adalah vertikal.

"Berbagai program yang telah dilakukan berhasil menurunkan angka kekurangan kebutuhan perumahan ini," ujar Agus.

Dari angka 233.875 di tahun 2004, kekurangan kebutuhan menurun menjadi 162.913 di tahun 2010. Untuk penanganan kawasan kumuh, jumlahnya pun menurun dari 598 RW menjadi 416 dan luas RW kumuh dari 2.073,86 hektar di tahun 2004 menjadi 1.487,24 hektar di tahun 2008.

Sumber

Jumat, 02 Desember 2011

KOTA MANDIRI PERLU PERHITUNGAN MATANG


JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Perkotaan dan Pedesaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Hayu Parasti mengatakan, keberadaan kota-kota baru jangan sampai menjadi beban bagi kota induknya. Konsep kota baru harus memiliki kemandirian, tak hanya berorientasi kepada pengembangan perumahan dan permukiman semata.
"Pengembangan kota baru itu harus berorientasi kepada masyarakatnya, tidak sebatas membangun perumahan dan permukiman saja," kata Hayu dalam rangkaian acara Rakernas Real Estat Indonesia (REI) 2011 di Jakarta, Rabu (30/11/2011).
Hayu mengatakan, kemandirian pengembangan kota baru artinya memiliki unsur-unsur lengkap, seperti sarana prasarana, basis perekonomian, fasilitas khusus dan fasilitas umum, kesiapan pemerintah, serta kesiapan masyarakatnya. "Kalau tidak mandiri, maka hanya akan menjadi beban kota induknya," jelasnya.
Pada kesempatan sama, Hazadin S Sitepu, Deputi Pengembangan Kawasan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera), menyampaikan, bahwa dari 24 rencana pengembangan kota baru di Indonesia, baru satu yang tengah dikembangkan, yakni Kota Baru Maja di Lebak, Banten. "Kota Baru Maja sedang direncanakan, semoga segera menemukan tema kotanya untuk pengembangannya. Satu lagi kota baru di Gresik Selatan, dalam tahap master plan," ujarnya.

RUMAH TAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN KARAWANG

193.000 Rumah di Karawang tak Layak Huni
Pikiran Rakyat. KARAWANG, (PRLM).- Data dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Karawang, terdapat sedikitnya 193.000 rumah di Kabupaten Karwang masuk dalam kategori Rumah Tak Layak Huni (RTLH) dari jumlah total rumah yang ada sekitar 564.000 rumah. "RTLH di Kabupaten Karwang mencapai sekitar 34 persen. Semua tersebar merata hampir di semua kecamatan dan yang paling banyak di antaranya berada di wilayah utara Kab. Karawang," kata Kepala Bada Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kab. Karawang, Agus Sundawiana, Senin (28/11).
Agus mengatakan, jumlah banyaknya rumah tak layak huni ini berbanding lurus dengan jumlah warga miskin di Karawang, karena salah satu indikasi kemiskinan adalah rumah yang ditinggali dinilai tidak layak. "Selain dari fisik bangunan, seperti lantai rumah masih dari tanah, sanitasi lingkungan dan kondisi sosial masyarakatnya jauh dari apa yang dikatakan sehat," tuturnya.
Namun, kata Agus, tahun ini Pemkab Karawang telah mencanangkan Kampung Layak Hunidengan anggaran ekitar Rp 10 miliar. "Ini baru tahap pertama dan akan dilakukan selama lima tahun mendatang. Program ini merupakan satu-satunya program di Provinsi Jawa Barat,' ucapnya.
Agus menuturkan, program tersebut merupakan bagian dari program perbaikan RTLH yang dicanangkan melalui dana aspirasi DPRD Kab. Karawang. "Kami targetkan untuk membenahi satu kampung satu kecamatan, jadi lima tahun mendatang kami akan menciptakan kampung layak huni sebanyak 30 kampung. Kampung layak huni ini mencakup sisi kesehatan dan pendidikan masyarakat, serta kondisi sosial fisik lingkungannya," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Cipta Karya, Asikin mengatakan, sebelumnya pihaknya memiliki program perbaikan rumah layak huni, dengan memberikan bantuan berupa rehab rumah dengan program plesterisasi. "Setiap rumah diberikan bantuan mulai dari Rp 3 juta hingga Rp 5 juta per rumah. Namun, paska diberlakukannya peratuan tersebut, program tersebut tidak lagi berjalan. Kriteria pemberian bantuan rehab bagi rumah yang masih berlantai tanah dan tidak permanen, " katanya.
Wakil Ketua Komisi D DPRD Kabupaten Karawang, Ayatulloh mengatakan dari dana aspirasi anggota setiap anggota dewan ejumlah ekitar Rp 2 miliar, sekitar Rp 200 juta diantaranya digunakan untuk memperbaiki rumah tidak layak huni. “Kami akan memanfaatkan alokasi dana aspirasi yang dipatok sebesar 10 persen untuk kegiatan bedah rumah. 
Dengan anggaran sekitar Rp 200 juta, diharapkan bermanfaat bagi mereka yang kini menghuni rumah reyot, rawan roboh dan mengkhawatirkan,” ucapnya. Dalam pelaksanaan teknisnya, kata Ayatulloh, program bedah rumah yang akan dilaksanakan masing-masing anggota dewan diserahkan sesuai petunjuk dan pengarahan Dinas Ciptakarya. "Namun sepengetahuan saya anggaran senilai Rp 200 juta itu sudah dipatok untuk membedah 8 rumah warga kurang mampu dengan kriteria tidak layak huni," tuturnya.

Kamis, 01 Desember 2011

PAMERAN BANGUNAN HIJAU

GBCI siapkan konferensi & pameran bangunan hijau
Bisnis Indonesia. JAKARTA: Green Building Council Indonesia (GBCI) akan menggelar GreenRight Conference & Expo "Adapt to Sustain" pada April 2012 menyusul tingginya kesadaran berbagai pihak dan masyarakat akan pengaruh global warming terhadap kelestarian bumi pada beberapa tahun belakangan ini.

Naning Adiwoso, Chairperson GBCI mengatakan pada acara tersebut pihaknya akan memperlihatkan informasi secara menyeluruh tentang bangunan berkonsep hijau. "Harapan ke depan konsep greenship ini tidak hanya menjadi tanggung jawab pengembang tetapi juga masyarakat dalam merencanakan bangunan tempat tinggalnya. Tentu, ini membutuhkan kepeduliaan yang tinggi seluruh pihak untuk terus melestarikan bumi agar layak menjadi hunian bagi generasi di masa datang," kata Naning seperti dikutip dalam release yang diterima Bisnis, hari ini.

Naning menuturkan ajang pameran dan seminar yang bertajuk GreenRight dimaksudkan untuk mengedukasi masyarakat mewujudkan kepedulian akan planet ini yang merupakan hak bagi setiap orang’.

Dengan kata lain, lanjutnya aksi berhemat lahan, hemat energi, hemat air, hemat material serta upaya menyehatkan udara dalam ruang itu semua, seharusnya dilakukan oleh pemilik, perencana dan pelaksana bangunan serta penghuninya bukan karena kewajiban tapi karena memang itulah hak seseorang untuk turut menyelamatkan planet bumi ini.

Menurutnya dalam menyebarkan edukasi terhadap bangunan berkonsep hijau, GBCI telah bekerjasama dengan pemerintah untuk turut berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan-kebijakan serta mendukung program pemerintah berkaitan dengan green building.

Adapun, kata Naning, terdapat 6 aspek kategori greenship yakni penataan dan penggunaan lahan yang berkelanjutan; penghematan dan diversifikasi sumber daya energi; konservasi sumber daya air untuk menjamin keberlanjutan penyediaan air bersih. Kemudian pemilihan material yang memiliki daur hidup ramah lingkungan; peningkatan kesehatan dan kenyamanan dalam ruang yang sehat dan nyaman; dan pengelolaan sistem bangunan yang mendukung keberlanjutan lingkungan.