TRIBUNNEWS.COM, ACEH BARAT - Kamina dan Tumina, dua dari sejumlah korban gempa bumi dan gelomba tsunami di Kabupaten Aceh Barat, Senin (26/12/2011) kembali dilanda kesedihan dan kekecewaan.
Ini karena di tengah peringatan tujuh tahun musibah gempa dan gelombang tsunami mereka masih bertahan di hunian sementara (huntara) sebab rumah yang pernah dijanjikan pemerintah belum juga jelas kapan dibangun.
Kamina (42), warga Rundeng, Kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat masih bertahan di shelter kompleks bangunan pendapa bupati yang sedang dibangun. Kamina mengaku sejak tujuh tahun lalu dia menetap di hunian sementara yaitu di barak dan sebelumnya di tenda.
“Saat musibah tsunami lalu, anak saya lima orang meninggal,” ujar Kamina kepada Serambinews.com (Grup Tribunnews.com), Senin (26/12/2011).
Dia bercerita telah beberapa kali memperjuangkan agar mendapat rumah tetapi belum juga ada kepastian. Karenanya dia berharap pemerintah segera membangun rumah bagi keluarga sebab sebelumnya dijanjikan akan dibantu melalui rumah kampung nelayan yang saat ini dalam pembangunan sebanyak 145 unit.
Hal senada juga dikeluhkan Tumina (46), yang bertahan di barak kompleks tanah pendapa Bupati Aceh Barat di Lapang, Meulaboh. Sebelum tsunami 26 Desember 2004 lalu, dia menetap di Kubang Gajah, Kecamatan Kuala, Nagan Raya. “Setelah tsunami menerpa kami di sana, saya pindah ke Meulaboh, sebelumnya pernah saya urus rumah di sana, tetapi tidak diberikan, sehingga saya urus di Meulaboh yakni pindah tetapi di sini juga belum diberikan,” ujar Tumina.
Wanita mempunyai delapan anak ini, keluarganya menjadi korban tsunami sehingga dirinya terus berjuang bisa dapat rumah. Namun rumah jatah untuknya belum dibangun di Kubang Gajah. Ia sedih. Sebab sudah tujuh tahun musibah tsunami berlalu, tetapi masih bertahan di shelter dengan para korban lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar