Jumat, 15 Juni 2012

KEADILAN BAGI "SEGENAP" RAKYAT INDONESIA

ilustrasi
Pemerataan di Indonesia Masalah Serius
JAKARTA, (PRLM).- Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, namun tidak diikuti oleh pemerataan. Akibatnya, saat ini banyak orang kaya sekali tetapi sebaliknya banyak juga masyarakat di bawah yang ekonominya tidak membaik.
"Pemerintah tidak bohong, memang pertumbuhan ekonomi kita positif. Income per kapita sudah naik di atas 3000 dolar AS. Tapi ekonomi masyarakat di bawah tidak banyak berubah. Pemerataan ini masalah serius," kata Siswono Yudohusodo, mantan menteri Perumahan Rakyat dan Menteri Transmigrasi, di Hotel Crowne Plaza, Jakarta, Kamis (28/6).
Ia mengatakan hal itu saat menjawab pertanyaan mahasiswa pada seminar bertema "Tantangan dan Peluang Perekonomian Nasional" yang diselenggarakan Persatuan Mahasiswa Bandung (PMB). Pembicara lainnya adalah ekonom Muslimin Nasution, mentan Menteri Keuangan Bambang Subianto, dan pengusaha Arifin Panigoro.
Siswono mengatakan, berbagai upaya harus dilakukan bangsa Indonesia, tidak hanya pemerintah, tetapi juga warga negara. Seperti dalam pemilikan aset bangsa yang dikuasai asing, sesungguhnya bisa dikembalikan pemilikannya menjadi milik nasional.
Dia memberi contoh perusahaan di Malaysia yang sudah dikuasai Inggris, akhirnya bisa kembali jadi milik Malaysia melalui oembelian saham. Demikian pula, pemilikan PT Karimun Granite, perusahaan yang memasok batu sebayak 70 persen ke Singapura, kini menjadi milik Indonesia melalui Usman Sapta Odang yang membeli saham tersebut.
Siswono juga menjawab pertanyaan tentang hasil survei yang menyebutkan Indonesia merupakan negara gagal. Survei The Fund for Peace (FFP) tentang Failed State Index (FSI) menempatkan Indonesia di posisi ke-63 dari 178 negara dalam indeks negara gagal.
Peringkat 178 negara gagal ini diurutkan berdasarkan 12 indikator, dan lebih dari 100 sub-indikator, termasuk isu-isu seperti pembangunan tidak merata, legitimasi negara, dan HAM.
Setiap indikator dinilai pada skala 1-10, berdasarkan analisis dari jutaan dokumen yang tersedia untuk publik, data kuantitatif lain, dan penilaian para analis.
Peringkat puncak ditempati Somalia dengan alasan pelanggaran hukum meluas, pemerintah tidak efektif, terorisme, pemberontakan, kejahatan, dan serangan aksi bajak laut terhadap kapal-kapal asing.
Menurut Siswono, Indonesia bukan negara gagal karena semua negara yang disurvei diurutkan berdasarkan potensinya. "Namun, Indonesia harus terus membangun, bekerja keras," ujarnya.
Seperti diketahui, dari 178 negara yang disurvei, Indonesia menduduki urutan 63. Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia kalah dari Thailand (84), Vietnam (96), Malaysia (110), Brunei Darussalam (123), dan Singapura (157). Namun, Indonesia unggul dibandingkan Myanmar (21), Timor Leste (28), Kamboja (37), Laos (48), dan Filipina (56).

Sementara, Finlandia tetap dalam posisi terbaik, disusul Swedia dan Denmark.
Tiga negara ini dinilai baik dari indikator sosial dan ekonomi yang kuat, pelayanan publik yang sangat baik, serta menghormati hak asasi manusia dan supremasi hukum.

Dari kesimpulan seminar disebutkan bahwa dalam pertumbuhan ekonomi sebagai hasil pembangunan ekonomi, ternyata masih menjadi kesenjangan antara pedesaan dan perkotaan. Keterbatasan lapangan pekerjaan, pergeseran pemanfaatan dan pemilikan lahan, terbatasnya permodalan, serta rendahnya kualitas SDM.
Salah satu upaya untuk mengatasi hal itu adalah pendekatan pembangunan harus difokuskan kembali pada sektor pertanian dan pembangunan kawasan pertanian di pedesaan. (A-78/A-89)***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar