ilustrasi kota mandiri |
10 Provinsi berpotensi kembangkan kota mandiri
JAKARTA: Kementerian Perumahan Rakyat mengidentifikasi 10 lokasi di 10 Provinsi yang memiliki cadangan lahan untuk dikembangkan menjadi kota baru mandiri dari rencana pembangunan 24 kota baru mandiri di 24 Provinsi di Indonesia.
Deputi Pengembangan Kawasan Kemenpera Hazadin T. Sitepu mengatakan pembangunan kota baru tersebut guna mendukung penyediaan permukiman di enam koridor ekonomi dalam masterplan perluasan percepatan pembangunan ekonomi Indonesia (MP3EI). “Kami akan mendukung dan mengedukasi daerah agar membangun kota baru, jangan sampai terlambat sebelum kota tersebut terkena kemacetan. Perkembangan kawasan perkotaan saat ini sangat pesat yang berakibat terjadinya penurunan kemampuan kapasitas daya dukung kawasan permukiman,” kata Hazadin saat dihubungi Bisnis, hari ini.
Menurut Hazadin daya dukung permukiman yang makin menurun mengakibatkan lahan semakin langka dan mahal sehingga pembangunan perumahan menjadi terbatas. Untuk itu, sambungnya, perlu adanya upaya pembangunan kawasan perkotaan baru yang terpadu dan terintegrasi dengan kawasan permukiman yang telah ada.
Dia menjelaskan selain mempercepat terwujudnya MP3EI, pembangunan kota baru mandiri juga akan mengurangi kekurangan (backlog) perumahan nasional, mengurangi tekanan permasalahan di perkotaan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.
Menurutnya, lahan pengembangan perumahan dan permukiman baru setidaknya seluas 3.000 hektar. Lahan pengembangan terletak di pinggiran kota sehingga harganya relatif murah dan tersedia untuk pembangunan dalam skala besar. Dia menambahkan pengembangan kawasan perkotaan baru yang terpadu dan terintegrasi memerlukan koordinasi lintas sektoral, lintas wilayah dan lintas pemangku kepentingan baik vertikal maupun horisontal sebagaimana dimaksud dalam UU No.1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Jangan sepenuhnya
Sementara itu anggota Visi Indonesia 2033 Jehansyah Siregar mengatakan pembangunan kota baru mandiri sebaiknya tidak diserahkan sepenuhnya kepada pengembang atau pihak swasta karena merupakan tanggung jawab pemerintah.
Menurut dia, pengembang seharusnya hanya dilibatkan sebagai pendukung pengembangan kota baru mandiri tersebut, sedangkan yang melakukan aksi langsung di lapangan adalah pemerintah. "Seharusnya pemerintah yang membangun prasarana, sarana dan utilitas. Pemerintah juga menentukan luasan dan membuat masterplan kota baru mandiri itu serta menentukan mana untuk pengembang kelas atas, kelas menengah dan kelas menengah bawah. Kebutuhan luasan kota baru mandiri berbeda pada masing-masing daerah," tutur Jehansyah kepada Bisnis, beberapa waktu lalu.
Jehansyah menjelaskan sedikitnya ada tiga manfaat apabila pengembangan kota baru mandiri diserahkan kepada pemerintah. Pertama, pembangunan kota baru mandiri yang berkeadilan bagi semua golongan masyarakat.
Menurutnya pemerintah sebagai pemimpin pengadaan kota baru mandiri bisa mendapatkan tanah seperti dari hak pengelolaan hutan (HPL) secara gratis. Kedua, sambungnya, kota baru mandiri tersebut memiliki ruang terbuka hijau secara memadai sebesar 50%.
Dia mengatakan jika swasta yang diberikan tanggung jawab, ruang terbuka hijau tergantikan untuk toko komersial. “Pengembang swasta lebih mengutamakan keuntungan, kurang peduli dengan pembangunan yang ramah pada lingkungan,” imbuhnya. Ketiga, adanya kelengkapan fasilitas dan sarana seperti jalan, sekolah, rumah sakit, pasar yang terintegrasi dalam kota baru tersebut. “Jika dipegang oleh pihak lain, tiap-tiap unit pemerintahan mempunyai mitra tertentu.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar